Tidak Menghakimi
Tidak Menghakimi. Baik Dalam Perkataan Maupun Perbuatan
Oleh: Pdt. Janoe Widyopramono
1 “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. 3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. 5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” – Matius 7:1-5
Tuhan Yesus mengingatkan para murid-Nya untuk tidak menghakimi. Tentu hal ini tidak hanya berlaku bagi para murid pada waktu itu, tetapi juga berlaku bagi kita yang hidup di masa kini. Kata menghakimi berasal dari kata dasar hakim. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) hakim adalah orang yang mengadili perkara (di pengadilan); pengadil; penilai. Kata menghakimi lalu bermakna ‘mengadili atau berlaku sebagai hakim terhadap’; berlaku sebagai pengadil.
Dalam hidup keseharian kita sering melihat bagaimana seseorang dengan mudah menghakimi orang lain, memberi label pada orang lain, disadari atau tidak disadari. Orang mengambil kesimpulan atas karakter, status sosial, profesi dan berbagai hal lain pada diri orang lain hanya berdasarkan perasaan atau apa yang kelihatan, tanpa bukti-bukti obyektif. Menghakimi tidak pernah bermakna positif. Menghakimi selalu memiliki konotasi negatif, merusak relasi, tidak membawa kedamaian, karena penghakiman cenderung melihat sisi negatif serta keburukan orang lain, jauh dari pemahaman akan siapa orang yang sedang kita hakimi. Nelle Harper Lee mengatakan: “You never really understand a person until you consider things from his point of view.” (Nelle Harper Lee; 28 April 1926 – 19 Februari 2016; penulis Amerika; penerima penghargaan Presidential Medal of Freedom 2007).
When you judge another, you do not define them, you define yourself – Wayne Walter Dyer
Orang yang memiliki karakter suka menghakimi biasanya memiliki kecenderungan merasa dirinya paling baik, paling benar, paling bisa dan berbagai ‘paling’ yang lain, yang membuatnya memandang rendah, selalu menyalahkan serta tidak bisa menghargai orang lain, karena tidak pernah bisa melihat sisi positif dari orang lain. Baginya, orang lain tidak pernah lebih baik dibanding dirinya. Orang dengan karakter suka menghakimi sulit melihat kekurangan diri, kesalahan diri, sulit membangun sikap positif diri melalui introspeksi. Orang dengan karakter suka menghakimi memiliki kecenderungan selalu mengritik apa pun yang menurutnya tidak sesuai dengan apa yang dia pikirkan dan harapkan, tanpa melihat konteks yang melatarbelakanginya.
Penghakiman tidak pernah mampu mendefinisikan siapa orang yang kita hakimi, sebab memang tidak didasarkan pada obyektifitas. Sebaliknya penghakiman justru mendefinisikan tentang diri kita sendiri, betapa kerdilnya kita menilai orang lain atau keadaan tertentu tanpa fakta, data dan bukti yang valid.
(lanjut ke halaman berikut)