Pesan Gus Dur Mengenai Pekabaran Injil
Oleh: Benjamin Simatupang
Pekabaran Injil (PI) bagi orang Kristen adalah amanat agung, dan oleh karenanya tidak dapat ditawar-tawar! Non-negotiable! Amanat tersebut diyakini datang dari Tuhan sendiri, maka hanya Tuhan pula yang berwenang membatalkannya. Manusia – siapapun dia – tidak berhak.
Dalam praktik PI di Indonesia, yang kadang terjadi: PI dilakukan dengan tidak santun, tidak etis, dan tidak mempedulikan akibatnya bagi ketenteraman dan kerukunan hidup beragama. Seorang kiai teman baik alm. Pdt. Eka Darmaputera pernah mengatakan, ”… kalau orang sedang terhimpit kebutuhan hidup, dan kondisi tersebut dieksploitir untuk membujuk orang berpindah agama, ini adalah cara yang menyakitkan hati, menyinggung harga diri, dan harus dihentikan.” Pdt. Eka mengakui cara-cara seperti itu memang (bisa saja) terjadi di kalangan oknum orang Kristen (dan oknum dari agama lain).
Latar belakang inilah yang agaknya mendorong banyak kalangan (termasuk pemerintah) untuk mendesak kelompok Kristen bersedia mengatur (baca: membatasi) penyiaran agama, sebagai bagian dari kode etik hidup beragama. Maksud baik itu, menjadi sesuatu yang kontroversial, bahkan dianggap terkait dengan kebebasan maupun kerukunan beragama.
Yang Tersurat dan Tersirat
Ide yang sering didengungkan adalah: ”Tidak boleh melakukan upaya penyiaran agama kepada orang-orang yang sudah beragama.” Ini yang tersurat. Tetapi apa yang tersirat? Di negeri ini, setiap orang harus beragama. Jika demikian, yang tersirat adalah: pelarangan total atas PI!
(lanjut ke halaman berikut)