Tuhan Sungguh Baik!

Oleh: Githa Anathasia

 “Tuhan sungguh baik.” Kalimat itu selalu kuucapkan kapanpun, di mana pun.  Ya, saya percaya Tuhan telah begitu baik memilih saya sebagai salah satu domba yang dikasihi-Nya.

Saya berasal dari keluarga yang memiliki ajaran agama yang keras. Pola disiplin yang diterapkan ayah saya, agaknya kurang mengena di hati saya. Saya lahir di dunia ini 30 tahun lalu dan belum mengenal Yesus. Semula, Ayah saya beragama Katolik hingga akhirnya ia memilih menjadi mualaf. Semua yang dia ketahui tentang Tuhan Yesus, ia tinggalkan jauh-jauh.

Sebagai anak perempuan pertama, saya merasa ada dorongan kuat untuk membaca buku secara diam-diam (kemudian saya ketahui buku itu bernama Alkitab) Alkitab saya pahami berisi Firman kebenaran dari Tuhan.

Sekitar 4 tahun lalu, saya datang ke kampung kecil bernama Arborek, di Kepulauan Raja Ampat. Saya mengabdikan diri menjadi sukarelawanyang bekerja untuk lingkungan hidup dan masyarakat di Raja Ampat. Sebagai salah satu kewajiban, saya harus mengikuti ibadah keagamaan di kampung tersebutini bersama anggota masyarakat lainnya.

Semakin saya mengikuti setiap ibadah yang diselenggarakan, semakin timbul rasa ingin tahu saya mengenai siapa yang sebenarnya mereka sembah. “Mengapa mereka tidak melarang saya untuk masuk ke dalam rumah ibadah tersebut padahal saya (waktu itu) memiliki agama yang berbeda? Mengapa tidak ada larangan untuk berdoa ketika ada jemaat yang sedang ‘berhalangan’? Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dan berkecamuk di benak saya.

Di mata saya, masyarakat di kampung Arborek selalu hidup rukun, segala keputusan yang diambil berdasarkan “kasih”. Kasih yang terpancar dalam hidup keseharian warga Arborek menggerakkan hati dan jiwa saya untuk belajar lebih sering lagi. Tanpa disadari, “kasih” itu kian bergelora. Saya mulai mengikuti dan memuji Tuhan mereka, membaca Alkitab, dan terus belajar mengenal Tuhan Yesus.

Hingga tibalah suatu masa, dimana saya memutuskan untuk minta “disalibkan” karena saat itu di kampung sedang ada sakramen missal. Namun, kekecewaan yang saya peroleh karena pendeta wilayah waktu itu menolak saya dan menyarankan agar saya lebih giat lagi belajar. Saya juga diminta agar mengikuti petunjuk-Nya.

Awal tahun 2016, saya kerap dihantui mimpi-mimpi aneh. Mulai dari mimpi disalib, hingga puncaknya saya bermimpi bertemu dengan “seseorang” yang mengajak saya masuk ke dalam sebuah ruangan putih bersih. Orang tersebut begitu bercahaya dan dikelilingi oleh orang-orang yang memakai baju putih bersih. Kemudian orang itu segera meletakkan tangganNya di atas kepala saya dan berkata: “Kamu harus diselamatkan.”.  Mimpi itu saya ceritakan kepada nona vikaris lingkungan kami. Ia menyarankan agar saya segera untuk kembali ke keluarga saya di Jakarta. Saya diminta menyatakan diri kepada keluarga, kalau saya ingin dibaptis dan mengikut Tuhan Yesus.

“Inilah jalanNya” gumamku . Saya pasrah, dan berserah. Saya yakin, mimpi – mimpi yang hadir itu harus mendapatkan jawaban. Sebelum saya berbicara dengan ayah, saya baca Mazmur: 29 dan memohon perlindungan Tuhan. Saya mohon kekuatan-Nya.

Benar saja!

Selesai menyatakan kesungguhan saya untuk dibaptis, mendadak sontak ayah saya murka bukan kepalang. Kayu besar pun mendarat telak di punggung saya. Rambut saya dijambak beramai-ramai; tak hanya oleh ayah saya, tetapi juga oleh adik dan beberapa tetangga saya. Para tetangga turut mendera dan menyiksa saya karena rumah di mana kami tinggal dikelilingi oleh tempat ibadah mereka (=masjid). Entah apa yang merasuki mereka saat itu., Namun kaki ini, diri ini tak gentar. Seperti ada benteng atau orang yang melindungi saya kala itu. Saya yakin, Tuhan Yesus yang memberikan saya kekuatan dan perlindungan.  Saya pun tidak meneteskan air mata sedikitpun, gemetar pun tidak. Kuasa-Nya benar-benar bekerja. Luar Biasa!

Setelah menerima berbagai penyiksaan, saya pun masuk ke kamar dan mengemasi barang-barang seperlunya. Ayah dan keluarga mengusir saya. Seketika air mata saya terjatuh. Sesaat itu juga saya melihat Alkitab yang berkilau tepat di hadapan saya, di atas tas saya. “Oh Tuhanku…Engkau sungguh ada!” Secepat kilat saya berpamitan dan bertolak ke kampung Arborek. Mereka diam tercekat.Sesampainya di kampung, saya menyatakan kembali keinginan saya untuk dibaptis. Puji Tuhan, saya dibaptis. Kala prosesi pembaptisan itu, saya melihat orang-orang berbaju putih dan ada cawan perak. Tidak ada warga kampung yang berduyun datang ke gereja. Hanya saya dan “mereka” yang berbaju putih itu. Semua prosesi berjalan lancar dan tidak ada yang tahu siapa yang berbaju putih yang hadir di dalam gereja, meletakkan tangannya di atas kepala saya dan yang lainnya membawa cawan perak.

Dialah Tuhan yang penuh kuasa dan melakukan perkara yang ajaib. Tak ada yang mustahil bagi-Nya. Dia selalu ada menyertai kita. Tuhan telah menyelamatkan saya dan saya merasa damai hidup di dalam Dia. Tuhan, Engkau sungguh baik!

Haleluya!