Bergelora Bagi DIA!

Oleh: Arman Widya
Penyelaras Akhir: Nitya Laksmiwati

“… tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar…”.

Frasa Rasul Paulus dalam Filipi 2:12b ini terasa aneh. Tak lazim.

Keanehan pertama, kalau dibilang, “Kerjakan tugasmu!” atau “Kerjakan PR-mu”, kita mengerti. Tetapi di sini tertulis: “Kerjakan keselamatanmu!”, Apakah keselamatan itu semacam pekerjaan, atau apa maksudnya? Pemahaman umum yang diketahui adalah: keselamatan itu Allah berikan kepada kita karena mempercayai Kristus, sehingga kita luput dari hukuman dosa. Ya, keselamatan itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Efesus 2:8-9).

Keanehan kedua, jika memang frasa tersebut adalah sesuatu yang harus kita lakukan bagi Tuhan, mengapa mesti “dengan takut dan gentar?” Lebih lazim kita dengar, “dengan sukacita” atau “dengan tulus” dan semacamnya.

Menyingkap Keanehan melalui PA

Jika Anda tidak pernah menghadiri PA Pemuda, PA Wilayah, atau PA Dewasa, ayo mari kita ber-PA sedikit di sini untuk menemukan makna bagi kehidupan sehari-hari.

Dari anak kalimat sebelumnya (ayat 12a), Paulus menyingkapkan jemaat Filipi yang “senantiasa taat”– khususnya selama sang rasul itu ada bersama mereka (ayat 12c). “Tetaplah kerjakan keselamatanmu” diserukan karena Paulus sudah tidak bersama lagi dengan mereka. Jadi, “kerjakan keselamatan” itu identik dengan “senantiasa taat” seperti yang mereka lakukan sebelumnya.

Ilustrasinya, ketika kedua orangtua ada di rumah, sang anak rajin belajar. Ketika kedua orangtua pergi luar kota, maka mereka berharap sang anak tetap rajin belajar. Bahkan lebih giat lagi.

Mengapa harus “dengan takut dan gentar?” Kata kunci ayat 12 adalah TAAT. Ketaatan yang seperti apa? Kita simak ayat-ayat sebelumnya. Saya tercengang ketika menemukan Rasul Paulus mengacu pada “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (ayat 6-8). Standar ketaatan bagi Paulus jelas: Sang Anak yang taat, tidak dengan santai dan percaya diri, melainkan dengan takut dan gentar—seperti yang digambarkan di taman Getsemani. Jenis ketaatan yang bertaruh nyawa. Ketaatan ketika semua hak-Nya dilucuti dari Dia… sampai mati di kayu salib.

Ketaatan jemaat Filipi berkobar-kobar saat mereka menerima Kabar Baik yang dibawa rasul Paulus. Kasih yang mula-mula itu tidak boleh padam ketika Paulus meninggalkan mereka. Bahkan, anak kalimat “terlebih pula sekarang pada waktu aku tidak hadir” (12c) menunjukkan akan adanya ancaman dan tantangan yang lebih besar terhadap jemaat di Filipi. Bukan seruan: “Jangan takut! Maju tak gentar!” Tetapi di sini Paulus justru menyerukan sebaliknya: Takutlah! Gentarlah! ketika mengerjakan “keselamatanmu” itu.

Beberapa terjemahan Alkitab dari Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK): “… dengan hormat dan patuh kepada Allah…” atau “…dengan penuh hormat serta takut akan segala sesuatu yang mungkin tidak menyenangkan hati-Nya” (Firman Allah Yang Hidup/FAYH), sepertinya kehilangan greget Paulus. Padahal, Paulus tidak salah memilih kata-kata “dengan takut dan gentar” karena mengerjakan keselamatan tidak pernah main-main.

Terjemahan bebas The Message menarik untuk diperhatikan: “Be energetic in your life of salvation, reverent and sensitive before God.” (terjemahan sederhananya, “Bergeloralah dalam hidup keselamatanmu, takzim (rasa hormat yang mendalam), dan peka di hadapan Allah.” Google memberitahu saya, kata sensitive bisa berarti: quick to detect or respond to slight changes, signals, or influences. Jadi, bukan hanya sekadar taat dan melakukannya demi Allah yang Maha Besar; tetapi juga dengan cara yang cepat merespons terhadap kehendak Allah.

Tidak Ada yang Mustahil bagi Orang Percaya
Lebih mantap lagi jika kita perhatikan ayat 13 (MSG), “That energy is God’s energy, an energy deep within you, God himself willing and working at what will give him the most pleasure.” Bahwa, gelora saat kita taat itupun berasal dari enerjiknya Allah (sedahsyat energi yang mendorong Yesus untuk melangkah ke bukit Golgota). Energi itu sesungguhnya ada di dalam diri kita—sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bisa melakukannya.

Entah mengapa, tak banyak orang Kristen yang saya temui sedang melakukan ketaatannya seperti maksud Paulus. Kebanyakan orang-orang taat “kalau bisa”; “kalau tidak mungkin taat, ya sudah… mohon dimaklumi, kita kan masih manusia”. Betapa geramnya Paulus jika mendapati pengikut Kristus semacam ini. Tidak ada yang mustahil bagi orang beriman juga berarti orang beriman itu dengan gigih, habis-habisan untuk taat dalam situasi apapun, sambil berseru dalam keyakinannya “tidak ada yang mustahil” demi Dia.

Sebelum menyinggung penerapannya, saya masih berhutang menjelaskan “kerjakan keselamatanmu.” Lebih baik digambarkan dalam perumpamaan Yesus yang agak aneh juga di Matius 22:2-14. Mungkin kita termasuk orang-orang di pinggir jalan yang menyambut undangan-Nya karena sebenarnya kita tidak layak di hadapan-Nya. Namun, Yesus mengajak semua orang menerima keselamatan yang Dia tawarkan. Tetapi, ketika ada satu orang yang tidak berpakaian pesta, maka seperti raja itu mengusirnya, mungkin Yesuslah yang akan mengatakan kepadanya: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku…” Mat 7:23.

Kembali ke ilustrasi awal, seperti dalam beberapa film remaja, begitu kedua orangtuanya pergi ke luar kota, bukannya belajar makin giat, sang anak malah berpesta pora di rumah. Hingar-bingar musik, makan minum main bersama teman-teman sampai bikin keributan yang terjadi da mendatangkan polisi. Orangtua dibuat malu oleh anaknya yang tidak “senantiasa taat”.

Pakailah Baju Pesta

Menjadikan kita anak Allah dengan menyelamatkan orang berdosa, sebenarnya menjadi pertaruhan bagi Allah: apakah nama-Nya akan dicemarkan oleh perbuatan anak-anak-Nya; atau nama-Nya dikuduskan oleh “… anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia.” (ayat 15). Keselamatan itu suatu paket dari Allah. Di dalamnya ada pengampunan, juga ada tuntutan. Tuntutan-Nya sederhana, “pakailah baju pesta karena ini pesta” Berperilakulah sebagai anak Allah karena kita memang anak Allah.

Penerapan dari “Tetap kerjakan keselamatanmu” adalah melakukan apa yang seharusnya kita lakukan ketika tidak ada yang mengawasi kita:

• Ketika melewati kemacetan, kita tidak mengeluh atau mencaci-maki dalam hati,melainkan belajar bersyukur dalam segala hal

• Ketika ber-chatting ria, kita tidak menutup terang-Nya dengan “gantang”, sehingga orang akan mengenal perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di surga.

• Ketika tidak ada yang melihat, kita menolak hal-hal yang memalukan jika seandainya ada orang lain yang tahu.

• Ketika hati membara dengan kebencian, kita segera padamkan sebelum matahari terbenam.

• Ketika malas beribadah, kita lawanlah diri kita, sambil mengingat betapa Allah merindukan kita
• Ketika konflik tak berujung pangkal, kita ingat bahwa Yesus pun akan merangkul pihak lawan, bahkan mati buat dia.

• Ketika pembiaran terhadap kesalahan terjadi, kita ambil risiko untuk menyatakan yang benar

• Ketika tak ada yang mau terjun ke daerah kering, kita minta ekstra energi untuk bekerja keras extra miles

Pekerjaan keselamatan sedang dan terus akan berlangsung dari generasi jemaat Filipi hingga jemaat Kebayoran Baru. Tugas ini tak boleh berhenti sampai akhir zaman. Jaga koneksi dengan sumber energi kita, buatlah sinyal-Nya bagus di mana pun kita berada, agar gelora ketaatan-Nya membuat jalan hidup kita menjadi “tiada yang mustahil bagi Dia”.

Tak se-Kristen Dulu

Dalam suatu PA Pemuda yang pernah saya ikuti, firman Allah merasuk dalam benak saya: “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” (Matius 5:13). Saat itu Allah membisikkan pesan penting: ketika Yesus mengatakannya, Dia sedang memberi peringatan keras kepada para murid-Nya, bahwa masa penganiayaan akan datang dan mereka harus mempertahankan keasinan garamnya; kalau tidak mereka akan dibuang dan diinjak orang. Murid-Nya pun tetap mengerjakan keselamatan dan mengikuti teladan Gurunya untuk taat sampai mati. Tantangan mereka (di bawah tekanan Romawi) tak jauh berbeda dengan tantangan di masa kini (di bawah tekanan pekerjaan), sama-sama menuntut pekerjaan Allah dituntaskan di tengah kesibukan sehari-hari dan di jalan yang sempit.

Bagi saya (dan kita semua) sudah menjawab “Ya, dengan segenap hati” atas pertanyaan 2 dan 3 saat dibaptis/sidi; apakah kemerosotan sudah menggerogoti kita sehingga kita tidaklah se-Kristen dulu ketika kita baru mengenal-Nya?

Ayolah, jika sumber energi yang sudah ditanamkan ke dalam diri Tony Stark dapat mengalirkan kekuatan baru sebagai Ironman; demikian juga jika Sang Sumber Energi sudah ditanamkan ke dalam diri kita, maka tak semestinya kita menjadi Kristen yang biasa-biasa saja. Kita pasti bersinar terang benderang! Kecuali, kita malu dan menutupnya dengan gantang (baca: Matius 5:15-16). Selamat mengerjakan keselamatanmu, redouble your efforts, dengan takut dan gentar, sampai mati! Selamat ber-PIJAR!

“What I’m getting at, friends, is that you should simply keep on doing what you’ve done from the beginning. When I was living among you, you lived in responsive obedience. Now that I’m separated from you, keep it up. Better yet, redouble your efforts. Be energetic in your life of salvation, reverent and sensitive before God.” (The Message, Philip 2:12)

Si Arman – armanwidya@yahoo.com


(Dimuat di Majalah Sahabat Vol.3 November 2017)